Jakarta, 12 Februari 2014
Sebentar lagi hari Valentine. Sekalipun bagiku setiap hari adalah hari kita berbagi kasih sayang, tetap saja untuk tahun ini rasanya sepi, jauh dari keluarga. Tinggal sendiri di kota yang asing.
Jakarta.
Ibukota yang penuh kesibukan. Dipenuhi orang-orang yang rajin mencari uang. Mereka bukannya cinta uang tapi demi memenuhi kebutuhan keluarga.
Kemayoran, Jakarta Pusat.
Tempat tinggalku saat ini. Menjadi anak kost untuk pertama kalinya. Hari-hari yang kujalani tidaklah mudah. Budaya yang berbeda membuatku mengalami apa yang namanya Culture Shock. Tempat ini sungguh berbeda. Berbagai macam orang dari segala penjuru Indonesia bahkan dari luar negeri berkumpul di ibukota Indonesia ini. Kota yang selalu menjadi langganan banjir.
Tujuan saya datang ke kota ini sungguh suatu perkembangan yang luar biasa. Tidak terpikir di pikiran saya sebelumnya untuk tinggal di sini. Saat datang ke Jakarta semata-mata hendak mengikuti tes dari Kemenlu. Pikiran saya bahwa saya hanya akan tinggal kurang lebih seminggu di sini untuk mengikuti tes dan kemudian pulang ke kampung halamanku di Manado.
Ternyata perkembangannya jauh dari yang kubayangkan. Tinggal di ibukota memiliki berbagai fasilitas yang dibutuhkan. Akhirnya perkembangan membawaku tinggal di sini. Kali inipun kupikir takkan lama. Hanya sebulan. Menyewa sebuah kamar di sebuah rumah besar dan di keluarga yang tidak kukenal, benar-benar terasa asing.
Flashback. Jakarta Selatan.
Tempatnya dekat dengan kantor walikota Jakarta Selatan. Ibu kostnya sangat ramah. Namun semua ini terasa asing. Karena tempatnya berbentuk rumah, sangat tidak enak untuk keluar rumah, bahkan saat diinginkan. Tidak banyak memori di sini. Kebanyakan hanya berdiam diri di kamar sambil menonton TV dengan channel-channel dari TV Kabel. Saat di Manado, saya terbiasa dengan menonton dengan Indovision dan adanya TV Kabel di kamar sungguh menenangkan. Mama juga mengirimkan PS2 yang bisa kumainkan saat bosan. Saya menunggu sebulan untuk mendengar hasil dari tes yang kuikuti. Waktu sebulan itu kuhabiskan dengan belajar dan diselingi dengan menonton dan bermain PS2. Kugunakan juga waktuku menjelajah beberapa tempat di Jakarta. Saya suka menggunakan busway Transjakarta karena saya masih takut naik taksi. Karena belum tahu banyak soal daerah Jakarta, pikiran bahwa taksi bakal membawaku berputar-putar demi tarif argo yang mahal sungguh menakutkan. Dua kali kejadian seperti itu terjadi dan rasa takut untuk mencobanya lagi. Sekalipun begitu, sebulan itu dipenuhi rasa tidak tenang dan gugup menunggu hasil tes yang bakal menentukan apakah aku tinggal di Jakarta untuk tes selanjutnya atau pulang ke Manado.
Sebulan berakhir dan aku belum lolos. Belum. Bakal kucoba lagi tahun depan. Hopefully. Sekarang saatnya pulang. Begitu pikirku. Sampai orangtuaku menyarankanku untuk tinggal di Jakarta dan kerja di sini. Mengatakannya mudah. Hhaahh..Aku mendesah. Bagaimana cara mendapatkan pekerjaan? Itu tidak mudah. Berbagai rekomendasi dari orangtuaku untuk meminta bantuan orang-orang kenalan mereka yang bahkan belum pernah kutemui sebelumnya. Kenal saja tidak. Aku paling tidak suka 'mengemis-ngemis'. Hingga akhirnya ada yang memberiku pekerjaan. Walau bukan sepenuhnya yang kuinginkan. Untuk saat ini, itu cukup. Saatnya pindah. Tempat kerjaku dan tempat kost di Jakarta Selatan jauh letaknya.
Next Stop. Jakarta Kemayoran.
Akhirnya mendapat tempat kost setelah bertanya di sana-sini. Karena mencarinya terburu-buru, kurang lebih sejam-an, maka tempat kost itu didapatkan sekalipun tidak sesuai keinginanku. Ada rasa tidak damai sejahtera tinggal di situ. Memang tempatnya juga sangat kecil dan tidak ada TV di kamar. Lantai kayu dan tempat tidur yang tidak nyaman. Oma kost yang, maaf, terlalu mencampuri privacy. Mau ke mana, makan apa bahkan membangunkanku yang tengah tertidur lelap karena kecapekan. Oh ya, waktu itu pintu kamarpun tidak ada kuncinya hingga oma masuk dengan leluasa, membuat tidak tenang hingga akhirnya aku dan mama membeli gembok sendiri. Ah ya, mama datang untuk membantuku mencari tempat kost, dengan uang yang tersisa yang dipakai untukku pulang. Artinya, aku tidak bisa pulang ke Manado. Untuk pulang Manado, mama meminta bantuan orang.
Sekalipun semua yang di atas, bukan jadi alasanku untuk mengeluh. Tapi ada satu hal yang terus menggangguku. Rasa tidak damai sejahtera itu. Rasa tidak tenang untuk tinggal di situ. Sebulan tinggal di situ barulah tahu bahwa si oma masih menganut kepercayaan nenek moyang Cina *sorry for Chinese people*. Dan caranya bersembahyang memuja suaminya yang telah meninggal benar-benar membuat bulu kuduk merinding. Mereka keluarga Kristen tapi masih percaya seperti itu. Oma juga tinggal dengan anak perempuannya. Dan baru diketahui juga bahwa dia suka beribadah ke 'pendeta' yang memuja setan. Dan itu semua baru diketahui setelah sebulan tinggal di situ. Namun apa daya, uang kost sudah terlanjur di bayar untuk bulan berikutnya. Tinggalah saya sebulan lagi sebelum pindah. Total dua bulan tinggal di
New Place.
Dengan alasan itu, tekadku sudah bulat untuk pindah. Sebulan sebelum pindah itu, saya mencari tempat kost baru. Untuk ada teman sekantor yang merekomendasikan tempat kost. Bayaran lebih mahal tapi tempat lebih memadai dan privasi lebih terjaga. Sekalipun kost campuran tetapi teman-teman kostnya sangat bermartabat. Selama cowok Manado tidak tinggal di situ karena itu meragukan. Haha...ironi, akhirnya tertawa juga. Tempat ini jauh lebih baik. Bisa nonton kalau mau, masak hingga nyuci. Dan perkembangan yang luar biasa adalah memulai bisnis baru yaitu Oriflame.
Valentine sudah dekat, rencana apa yang hendak kulakukan? Hmm...Let's think!
To be continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar